Thursday, January 14, 2010

Undeniably conflict on Somali Land....



Mengapa Somali ??

Somalia merupakan satu dari sekian banyak Negara less development di Afrika yang tidak henti-hentinya mengalami konflik di dalam internal negaranya dan juga eksternal dengan tetangganya yaitu Ethiopia. Somalia sendiri secara geografis berada di kawasan Afrika Timur. Selain konflik berkepanjangan di Somalia sendiri situasi negaranya masih sangat terbelakang, dimana angka kemiskinan di Somalia merupakan urutan tertinggi di Seluruh dunia. Maka, tak heran Somalia merupakan sarang pembajak dan angka kejahatan yang masih tinggi.

Konflik antar ethnis sendiri muncul sejak Somalia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1960. Penduduk Somalia merupakan penduduk dengan latarbelakang kebudayaan serta tradisi adat istiadat yang kuat, dimana walaupun terbagi dari beberapa ethnis dan klan namun memiliki kesamaan bahasa serta gaya hidup yaitu mengembala. Islam merupakan agama mayoritas serta memeiliki kedekatan dengan penduduk disana. Selain itu, penduduk Somalia yang hidup di Tanduk Afrika, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam Afrika yang gersang dan tandus, maka tak heran para penduudk Somalia kebanyakan hidup bergantung selain pada hutan juga melaut.

Awalnya Afrika dijajah oleh tiga Negara Eropa (Inggris, Perancis dan Italia), kemudian ketiga penjajah ini membagi wilayah Afrika menjadi beberapa wilayah yang terpisah. Sebagai contoh berawal dari masa awal kemerdekaan dimana British Somaliland dan Italian Somalia digabung membentuk Republik Somalia. Kemudian, dari situlah muncul pergerakan-pergerakan ethnis yang menuntut hak klaim wilayah kependudukan. Kemudian hal tersebut menjadi pemicu awal konflik Somalia yang tak kunjung surut.

Sebagai suatu institusi Internasional yang memayungi Negara-negara dis eluruh dunia. Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menjadi suatu institusi yang masuk kedalam ranah konflik di Somalia, dan mendesak pemerintah Somalia untuk menyelesaikan konflik di negaranya. Selain itu PBB pun mendesak Uni Afrika agar memberikan kontribusinya untuk menjembatani konflik Somalia yang merambah hingga ke Ethiopia.

Maka dalam makalah ini saya akan memberikan analisa atas peranan PBB sebagai institusi Internasional dalam meberikan resolusi serta wacana-wancana menuju penyelesaian konflik Somalia serta impact-nya terhadap kesejahteraan hidup didalam Somalia itu sendiri.

Yang Jadi pertanyaan.....

1. Apa saja peranan PBB dalam Usaha menjembatani konflik-konflik di Somalia yang belum terselesaikan hingga kini ?

Teori HI....

Dalam melakukan pembelahan terhadap isu konflik Somalia ini, maka saya menggunkan teori Hubungan Internasional Realisme sebagai pembelahnya. Teori Realis muncul paska Perang Dunia II, sebagai pematah terhadap keberadaan teori Liberalis yang menyatakan bahwa setiap aktor mampu berkerjasama. Namun, pecahnya Perang Dunia II membuktikan bahwa aktor-aktor tersebt justru tetap mengutamakan self interest-nya masing-masing.

Realis sendiri di kemukakan pertama kali dalam studi HI oleh Hans J Morgenthau. Realis muncul setelah gagalnya Liga Bangsa Bangsa menjembatani perdamaian internasional. Realis sendiri memiliki empat pendekatan, yaitu : Pertama, negara sebagai pelaku utama dan sekaligus pelaku terpenting. Kedua, negara dipandang sebagai unitary actor. Ketiga, negara secara esensial diasumsikan sebagai aktor yang rasional (essentially a rational actor). Keempat, dalam hirarki isu internasional, kaum Realis biasanya menempatkan aspek keamanan nasional (national security) pada urutan pertama, disini power adalah konsep kunci.

Namun dalan isu konflik Somalia ini implikasi nyata dari pandangan di atas adalah bahwa sifat anarkis, individualis, egois individu dalam upayanya untuk mendapatkan kekuasaan adalah sah dan dapat dibenarkan.

Peran AS yang masuk pada akhir 90-an pun membuktikan kepentingan AS di Somalia yaitu menempatkan kepentinga-kepentingan strategisnya, dengan memanfaatkan konflik di Somalia. Karea secara geografis letak Somalia yang dapat menguntungkan, karena letak Somalia yang berada di Laut Merah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yang merupakan jalur perdagangan Internasional. Selain itu kepentingan-kepentingan strategis lainnya dimana peletakan kepentingan milik Negara-negara Uni Eropa di Negara-negara tetangga Somalia.

Somalia Paska Kemerdekaan

Somalia merupakan sebuah Negara yang terbagi dari banyak ethnis group minoritas yang homogen, dimana perbedaan ethnis di Somalia justru memiliki kesamaan bahasa (Somali) serta agama (Islam), namun konflik di Somalia itu berasal dari perpecahan yang terjadi pada klan-klan minoritas maupun mayoritas. Secara demografis klan-klan ini terpisah berdasarkan letak pemukiman, dimana sebagian klan yang dianggap ‘berada’ tinggal di permukiman mewah sedangkan lainnya berada di pedesaan atau bahkan hutan.

Sejak merdeka dan dilakukan pembagian oleh para ex-penjajah menjadi Republik Somalia, para nasionalis Somalia berambisi membentuk Somalia Raya, yang menyatukan masyarakat Somalia yang tnggal di wilayah yang jatuh ke tangan Kenya, di distrik Perbatasan Utara, Ogaden yang berada di distrik keperintahan Ethiopia dan Djibouti, dimana diwilayah tersebut sekitar sepertiga dari 4 juta warga Somalia tinggal. Keinginan para nasionalis ini tertera dalam konstitusi Somalia dan tercermin dari bendera Somalia, yakni lima bintang yang melambangkan lima segmen penduudk Somalia.

The Somali People collectively and individually struggling for a life of dignity and equality, and engaged in a fight to establish lasting peace and stability internally and externally, to realize the general interests of the working masses, and accomplish the major objectives of the revolution, unity of the nation, socialist equality and democracy in which the individual attains higher levels of political and social consciousness and strengthens the pillars of the revolution and national sovereignty, in order to achieve rapid political and socio-economic development, have resolved to adopt this constitution which shall constitute the basis of the struggle for the development of the Somali society, peaceful co-existence and mutual co-operation among nations of the world, especially those whose interests shall coincide.” [1]

Dibawah semangat erat nasionalisme tersebut, terdapat ikatan kompleks antar kehidupan bermasyarakat di dalam Negara Somalia itu sendiri. Masyarakat Somalia terbagi menjadi clan dan sub-clan, sub-clan itu sendiri berada dibawah clan yang kemudian seterusnya berlanjut hingga menjadi satuan Negara. Lima clan tersebut ialah, Darod, Hawiye, Isaq, Dir dan Digil-Mirifleh. Namun, dalam perjalannannya keinginan untuk mepersatukan kependudukan Somalia itu menemui kegagalan yang berujung terhadap kekalahan militer dan konflik internal yang kemudian tumbuh.

Kemudian pada 1969, Somalia memiliki pemimpin baru yaitu Jenderal Mohammed Siyad Barre yang memproklamirkan Somalia sebagai Negara Marxist, yang pada saat itulah Uni Soviet masuk kedalam wilayah Somalia. Somalia sendiri kemudian melakukan proses nasionalisasi dan menerima penasihat-penasihat Soviet didalam kementrian dan badan-badan Somalia termasuk didalam militer. Soviet kemudian meningkatkan tujuan strategisnya dalam memperluas pengaruhnya di Laut Merah dan Samudera Hindia. Pada 1972 Soviet diberi hak untuk menggunakan pelabuhan Barbera di Somalia Utara, sebagai imbalan pemberian bantuan 37.000 personel tentara dengan artileri berat dan angkatan udara modern yang dilengkapi pesawat-pesawat jet milik Uni Soviet.

Sewaktu Ethiopia mengalami kesulitan dalam konfliknnya dengan Eritrea, Siyad Barre menerjunkan pasukan regulernya untuk membantu pemberontak Somalia di Ogaden. Konflik dengan Ethiopia ini didasari atas latar belakang demografis, dimana 90 % penduduk Somalia merupakan Islam sedangkan Ethiopia beragama Kristen.

Pada saat perang sedang berlangsung Soviet mengalihkan dukungannya justru pada rezim Marxist Ethiopia. Siyad meminta Soviet untuk menambahkan bantuan terhadap Somalia, namun ditolak oleh Soviet. Karena itu Siyad membatalkan perjanjian persahabatan dan kerjasama dengan Uni Soviet, bahkan mengusir para penasihat Uni Soviet dari Somalia. Uni Soviet pun kemudian mendapatkan dukungan dari Kuba [2] dalam membantu Ethiopia selama perang di Ogaden dan Eritrea, dalam perang ini kemudian menjadi berbalik menjadi kekalahan Somalia pada Maret 1978 dan empat hari kemudian Somalia menarik diri dari Ogaden.

Kekalahan ini berimbas ke stabilitas politik di Somalia. Para perwira dari clan Majerteyn dan Darod berupaya melancarkan kudeta terhadap pemerintahan Siyad tapi memperoleh kegagalan dan para pemimpinnya ini melarikan diri ke Ethiopia serta membentuk Somali Salvation Democratic Front (SSDF) yang melancarkan gerilya terhadap Siyad. Perang gerilya kedua ini dilancarkan oleh Somali National Movement (SNM), yang merupakan kelompok Utara yang berbasis clan Isaq, yang didukung oleh Ethiopia.

Siyad bereaksi keras secara militer dan ekonomi, dengan melakukan eksploitasi persaingan antar clan dalam rangka memecah belah lawan-lawannya. Siyad lebih mengandalkan pada clan-nya sendiri, yaitu Marehan dari Darod. Sikap Siyad yang anti-Soviet kemudian membuhakan dukungan dari pihak Barat. Sepanjang 1980-an AS memberikan bantuan senilai US $ 800 juta, setengahnya merupakan bantuan dalam bentuk peralatan militer.Sebagai timbal balik AS diberikan akses bagi pelabuhan serta lapangan terbang di Somalia. Selain AS, Siyad memperleh bantuan dari Italia sebanyak US $ 1 Miliar. Nialai bantuan asing yang masuk ke kantong Somalia setara dengan US $ 80/penduduk atau sama dengan setengah dari GDP.[3] BAntuan-bantuan ini kemudian menjadi penerimaan pokok rezim Siyad, namun sayangnya bantuan ini justru dipergunakan untuk kesejahteraan kroninya, ketimbang digunakan untuk kepentingan rakyat.

Sehingga para loyalis mendapatkan keuntungan dari bantuan pangan, dengan peningkatan konsumsi makanan. Dari Negara yang dapat swa-sembada pangan, Somalia berubah menjadi sangat tergantung dari import makanan, yang menjadikan keuntungan bagi golongan elit.

Dalam rangka memutuskan hubnugan dengan para pemberontak, pada 1988 Siyad mengadakan kesepakatan dengan pihak Ethiopia utnuk saling menghentikan dukungan bagi para pemberontak di kedua Negara. Dengan begitu Ethiopia dapat menarik pasukannya yang berada dekat perbatasan Somalia untuk melawan majunya pemberontakan di Eritrea dan Tigray serta memberikan kesepmapatan bagi Siyad untuk mengganyang gerakan pemberontakan SNM di Utara Somalia.

Sebagai tindakan antisipasi SNM melakukan penyerangan ke sejumlah kota termasuk Hargeisa yang merupakan kota besar yang berada di Utara Somalia, yang juga berbatasan dengan Ethiopia. Dalam melakukan pencegahan pasukan angkatan Udara Somalia melakukan pemboman, selain itu para pejuang aliansi juga berhasil merebut wilayah terbesar di Somalia Selatan dengan adanya bantuan asing.

Dalam konflik Internal ini, Liga Arab sebagai persatuan bangsa-bangsa Arab yang merupakan tetangga dari Afrika turun tangan dengan menjadi fasilitator bagi pembicaraan pihak yang bersiteru di Khartoum, Sudan. Tujuannya ialah unutk mengembalikan fungsi pemerintah pusat yang telah tersobek-sobek akibat kekerasan Siyad Barre yang kemudian dijatuhkan pada tahun 1991 atas kemenangan SNM. Sayangnya momentum tersebut tidak dimanfaatkan untuk melakukan perubahan di bidang social, politik, ekonomi yang lebih demokratis. Sebaliknya, justru meperkeruh konflik ethnis di Somalia dengan adanya perebutan kekuasaan. Karena itulah kemudian Somalia dinyatakan sebagai failed states atau collapsed state.

Invasi Ethiopia Terhadap Somalia yang Didukung Oleh Amerika Serikat

Pada akhir 1990an lahirlah Islamic Court Union ditengah-tengah perang yang sedang bekecamuk. Organisasi ini merupakan gabungan fraksi yang di pimpin oleh Hussein Aweys dan Syarif Ahmed gerakan Al-isttihad Al Islamiyah (yang dipimpin oleh Hassan Abdullah dari Turki) dan Gubernur Shabeellaha Hoose, Yusuf Mohammed Siad "Indha'adde". Pada pertengahan 2006, yang kemudian gerakan ini banyak mendapat dukungan luas.

Pada akhir 2006, kelompok islamis ini berhasil mengalahkan pemerintah transisi yang dituding sebagai boneka Ethiopia dan merebut hampir semua kota penting, termasuk Ibu Kota Mogadishu. Kekalahan inilah yang mendorong militer Ethiopia secara terang-terangan menyerang wilayah Somalia. Washington, yang jelas tidak menyukai Islamic Courts Union, memberikan dukungan kepada para warlord Ethiopia, yang kemudian bersatu dalam bendera Alliance for the Restoration of Peace and Counter-Terrorism. Tidak hanya memberikan dukungan, Pemerintahan AS pun memberikan bantuan militer, dan operasi intel terhadap ICU dan keberadaan penasihat militer. Namun, dukungan AS di Somalia bukanlah perkembangan baru, atau sebagai reaksi sesaat terhadap manuver Ethiopia saja.

CIA dan Pentagon mulai meningkatkan aktifitasnya di Somalia, sejak ICU mulai menguasai beberapa wilayah di Somalia. Tidak kurang dari setahun, AS secara diam-diam maupun terang-terangan memberi dukungan kepada siapapun, termasuk Ethiopia, yang berani menghadapi ICU. Dana diberikan kepada preman bersenjata di Mogadishu untuk mengalahkan ICU. Para ketua militan tersebut bergabung di Alliance for the Restoration of Peace and Counter-Terrorism, yang terbentuk di bulan Februari 2006 yang didanai dari agen CIA di Nairobi, ibukota Kenya.

Di akhir bulan Desember, Jendral John Abizaid sebagai komandan Pusat Komando militer AS mengunjungi ibukota Ethiopia Addis Ababa untuk menyetujui rencana invasi Presiden Ethiopia, Meles Zenawai, terhadap tetangganya Somalia. Menurut sumber diplomatik, AS telah menerjunkan pasukan elit di Somalia untuk mendukung operasi Ethiopia, disamping memberi laporan satelit terhadap gerak-gerik pasukan ICU.

Alasan AS dalam mendukung invasi Ethiopia adalah perlindungan pemerintahan ICU terhadap tersangka pengeboman kedutaan Amerika di Kenya dan Tanzania di tahun 1998. Serangan terhadap dua kedutaan tersebut menewaskan sekitar 200 orang, lusinan diantaranya adalah warga AS. Maka justifikasi utama agresi Ethiopia dan AS ada dua.

· ICU memiliki hubungan dengan teroris yang membom kedutaan AS dan akan mengganggu keamanan regional apabila dibiarkan berkeliaran.

· Pemerintahan Sementara Somalia adalah pemerintahan yang sah dan didukung oleh mayoritas penduduk Somalia.

ICU lahir sebagai jawaban dari harapan rakyat Somalia yang menginginkan kedamaian dan stabilitas dalam menyelesaikan segala bentuk persengketaan. Sejak ditumbangkannya pemerintahan Mohammed Siyad Barre di tahun 1991, Somalia tidak pernah memiliki pemerintahan yang fungsional. Secara praktis wilayah Somalia diatur oleh para militan bersenjata dari berbagai suku. Di tahun 1990an, Somalia menderita krisis pangan yang menyebabkan kematian sekitar ribuan penduduk, kemunduran ekonomi, dan perebutan bantuan pangan oleh para preman. Intervensi ‘kemanusiaan’ AS yang terakhir, terjadi di masa itu yang berakhir dengan kematian 18 tentaranya, setelah menewaskan sekitar 10,000 penduduk Mogadishu.

Maka ICU lahir sebagai jawaban dari keinginan penduduk Somalia sendiri yang menginginkan Syariah untuk menyelesaikan persoalan mereka. ICU pun menjadi suatu gerakan populis, karena ia memberikan jalan keluar yang kongkrit dalam berbagai aspek seperti stabilitas, keamanan, dan penyelesaian sengketa yang damai di masyarakat.

Mengenai klaim bahwa ICU menampung pelarian teroris, perlu diingat bahwa ini bukan pertama kalinya rakyat Somalia dituding sebagai pelindung teroris. Setelah Peristiwa 911 di AS, Hussein Mohammed Farah Aideed (seorang ketua militan yang bergabung dengan Pemerintahan Sementara Somalia) menyatakan bahwa perusahaan transfer uang Al-Barakat memiliki “hubungan dengan teroris dan Somalia memiliki kecurigaan adanya simpati kepada Osama bin Laden”. Saat itu Al Barakat adalah penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Somalia, dan mentransfer sekitar 140 juta dollar per tahunnya ke Somalia yang dikirim oleh warga muslim Somalia dari seluruh penjuru dunia.

Dari tuduhan tersebut, Amerika dan PBB lalu melakukan investigasi terhadap Al-Barakat dan memaksanya untuk menghentikan seluruh operasinya. Ini menyebabkan hilangnya jutaan dollar yang dikirim dari warga Somalia yang tinggal di luar negeri, karena proses transfer yang dipaksa dibekukan. Setelah bertahun-tahun diperiksa, baik pemilik dan karyawannya, tidak ada satupun yang menghasilkan tuntutan di pengadilan tentang keterlibatan Al-Barakat dengan terorisme, padahal jutaan dolar dana warga Somalia telah hilang. Maka Amerika, Ethiopia dan anteknya memiliki sejarah menggunakan tuduhan palsu untuk melakukan tindakan agresi.

Ethiopia dan AS telah menjustifikasi intervensi di Somalia dengan dalih mendukung Pemerintah sementara sebagai satu-satunya lembaga yang mampu memberikan kedamaian dan stabilitas di Somalia.

Apabila ditinjau ulang tentang berdirinya Pemerintahan Sementara ini maka akan jelas, bahwa ini alat propaganda AS dan Ethiopia. Dimana Presiden Pemerintahan Semenatara, Abdullah Yusuf Ahmed adalah bekas pimpinan wilayah Puntland, yang terpisah dari Somalia dan membentuk pemerintahan sendiri di tahun 1990an. Ia menjadi presiden hingga tahun 2001, ketika masa kekuasaannya berakhir, Abdullah tidak begitu saja melepaskannya dan justru memimpin pemberontakan. Setelah menguasai Garowe, ibukota Puntland di tahun 2002, ia menjadi presiden lagi sampai tahun 2004.

Orang-orang PFTS yang menjabat sebagai Presiden, menteri pertahanan, menteri keuangan dan lain-lain adalah para militan dari berbagai milisi. Orang-orang ini adalah militan yang sama yang menghancurkan Somalia hingga hampir collapse, yang kemudian AS serta PBB tidak sungkan untuk mendukung Pemerintahan ini, sebagai sumber harapan Somalia Baru.

Meski AS nampaknya cukup puas dengan keberhasilan mencapai tujuannya dengan menggunakan Eithiopia dan Pemerintahan Yusuf, ini baru tahapan terbaru dalam konflik untuk menguasai Somalia. Somalia adalah tanah strategis, yang merupakan kunci regional. Di samping memiliki sumber daya alam, seperti minyak, gas dan uranium, pantai Somalia mencakup Laut Merah, sebagai jalur transportasi maritime internasional yang penting. Konsekuensi dari perang antek yang dikontrol oleh AS akan memberikan dampak secara meluas.

Klaim Eithiopia tentang terorisme di Somalia menaikkan suhu ketegangan dengan Eritrea, tetangga Eithiopia di bagian Timur. Kedua Negara tersebut adalah sekutu AS dan pernah terlibat dalam persengketaan perbatasan. Konflik ini mencetuskan perang antara Mei 1998 hingga Juni 2000. Meskipun perjanjian damai telah ditandatangani melalui Mahkamah Internasional, ketegangan kian meningkat. Tahun 2006, dua negeri tetangga tersebut memobilisasi pasukan masing-masing ke perbatasan.

Ethiopia menuduh bahwa Eritrea memasok senjata bagi ICU dan klaim ini didukung oleh AS. Implikasinya, Eritrea menjadi pendukung langsung atau tidak langsung dari terorisme. Meski Presiden Eritrea, Isaias Aferwerski membantah tuduhan tersebut, pemerintahannya juga mengutuk AS dan pasukan Eithiopia di Somalia. Ketegangan antara Eritrea dan Eithiopia bisa menyulut api pertempuran.

Sebagaimana kekuasaan regional, negeri lain juga ingin berebut pengaruh di wilayah Tanduk Afrika ini. Cina adalah investor terbesar di Sudan dan menerima 7% dari penghasilan minyak dari negeri ini. Beberapa tahun lalu, Cina membina hubungan baik dengan tetangga Sudan, karena suplai minyak Cina berada di wilayah perairan tetangga Sudan. Itu sebabnya, Cina adalah pemasok senjata bagi Ethiopia dan Eritrea sekaligus. Karena sedang menghadapi dominasi AS, Cina memberikan perhatian khusus dengan Negara-negara di Afrika yang memiliki sumber daya alam besar.

Perancis adalah Negara lain yang juga memiliki sejarah panjang dengan Negara-negara di Tanduk Afrika sejak jaman kolonialisme. Campur tangan AS di wilayah ini membuat Perancis merasa terancam. Instalasi militer Perancis di Djibouti, Camp Lemonier, kini juga menjadi pangkalan tentara AS, yaitu Komando operasi militer Tanduk Afrika yang dibentuk sejak 2002 dan terletak di sebelah utara Somalia. Perancis juga memiliki ribuan pasukan yang berpangkalan di Chad, Negara tetangga Sudan di bagian Barat.

Perancis secara tidak langsung menyokong pemberontak di Darfur melalui pemerintahan Chad yang dipimpin oleh Idriss Deby. Ia memiliki hubungan dekat dengan pemberontak Darfur melawan Sudan. Sebaliknya, pemerintahan Sudan yang dipimpin Omar al Bashir mendukung tentara pemberontak melawan Chad. Pesawat tempur Perancis menyerang pasukan pemberontak yang didukung oleh Sudan di bulan April 2006, dan mengecilkan nyali pemberontak yang berusaha menumbangkan pemerintahan Deby.

Somalia dan Tanduk Afrika secara keseluruhan bisa menyaksikan berlangsungnya persaingan kekuatan asing dalam mendukung pimpinan Negara-negara di wilayah tersebut. Beberapa analis memperkirakan bahwa kesulitan yang dihadapi AS di Iraq dan Afganistan membuat saingan AS menjadi bersemangat untuk menandingi dominasi AS di bidang ekonomi dan politik. Bekas pembantu Menteri Dalam Negeri AS, Chester Crocker mengakui kepada BBC di bulan Desember, ”Permainan di Afrika kembali berlangsung. Hanya saja, dengan kompetisi yang lebih ketat dalam mempengaruhi para pemerintahan lokal di Afrika, demikian juga adanya potensi kompetitor dan penyeimbang kebijakan diplomatik AS. Tidak hanya Cina, tapi juga Brazil, negeri Eropa, Malaysia, Korea, Rusia dan India.”


[1] Constitution of the Somali Republic Democratic on Preamble to the Constitution

[2] http://www.acig.org/artman/publish/article_188.shtml diakses pada 4 January 2010 pukul : 18.19 WIB

[3] Perkembangan zHubungan Internasional “Afrika”. Dr. Abdul Hadi Adnan. Hal 133

Monday, January 4, 2010

Queen of My Heart


really...
kemaren tanggal 3 Januari '09 waktu lagi mau berangkat balik ke kostan,
aku liat mama nahan air matanya, sempet bingung kenapa mama nangis...
dan aku pun tetap pergi,
pas lagi di perjalanan i wandering of that,
dan baru tau jawabannya saat sampai, at least semiggu diem dirumah karena liburan taun baru bikin mama nyaman ada kedua anaknya diem dirumah,

dari situ aku baru sadar,
dulu waktu masih ABG, jaman SMP.. mama sering banget marah karena aku pasang musik kenceng-kenceng, tapi sekarang mama ga pernah ngeluh lagi.. malahan skarang suka ikut nyanyi atau dance-dance konyol..

dulu, kalo ke gap telfonan sampe malem mama suka ngome-ngomel, dan manjang sampe bawa-bawa harga diri perempuan,
tapi skarang mama malah ikut nimbrung dengerin conversation aku.

dannn...
finally itake her point,
bahwa mama sudah cukup menganggap aku dewasa, i can go with my own perspective..
dan mama yakin udah cukup banyak negejejelin aku dengan moral-moral yang harus aq pegang...

hehehe, kadang lucu juga liat mama yang harus adaptasi sama sifat-sifat anaknya yang nyebelin,
tapi akhirnya aq sadar, setiap aku harus pergi dan cukup lama..
mama bakal nangis,

mama merasa kesepian, bertahun-tahun selalu ditemenin sama manja aku ketawa, aku, nangis aku, ngomel-negomel sampe kecerobohan aku..
tapi skarang, yang mama liat cuma TV bisu, yang ga lagi direbutin sama kedua anaknya,
masakannya yang slalu penuh, padahal dulu br mateng aja langsung ludes... (makanya skarang mama jarang masak lagi)

whew...
"Itulah Hidup" kata mama...
hidup dinamis, smua bisa bereubah,
waktu berjalan,
kamu tumbuh,
dan
yang terpenting... Kita semua menju ke proses pemdewasaan kita masing-masing..


yang aku tau, suatu hari nanti, aku pengen kaya mama,
jadi seorang Ibu yang ga pernah berenti doain anaknya (walaupun diluarnya kerjaannya cemberut and ngedumel, apalagi kalo udah disuruh-suruh)

slalu yakin sama anaknya, biarin anaknya emmeilih jalan hidupnya masing-masing...
karena kata mama, cara nikmatin hidup adalah dengan terus berjalan, berhenti sebentar dan lanjutkan perjalanan...

dan inilah pegangan buat aku..
trus jalannn....
jangan terhenti dengan tangisan mama, karena mama nangis bukan karena ga rela aku pergi, tapi karena ia berdoa hingga ujung sanubari nya " Ya Allah lindungilah permata hatiku, jaga ia dari tangan-tangan mereka yang jahat.."


thanks mom,
smoga Allah SWT membalas setiap tetes keringat dan airmata mama dengan desiran kebahagiaan suatu hari nanti...

LOve You mom..
you're the only one QUEEN of my heart !!

Switzerland absen didalam Uni Eropa dan NATO....

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagai Negara-negara yang banyak mengalami kerugian semasa Perang Dunia I hingga Perang Dunia II, Negara Eropa Barat banyak melakukan rehabilitasi dan rekontruksi dalam Negara-negara nya masing-masing, termasuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang telah terpuruk semasa perang. Rehabilitasi atas traumatic yang dialami oleh rakyatnya terhadap peperangan dan kehilangan. Sehingga mereka ingin membangun dan memperat kembali ikatan persaudaraan di kawasan dengan membangun sebuah struktur organisasi bersama.

Berawal dari Mei 9, 1950 saat Robert Schuman yang saat itu menjadi Menteri Luar negeri Perancis mengungkapkan gagasannya untuk membangun sebuah komunitas bersama diantara para Negara-negara Eropa Barat, kemudian didirikanlah ECSC (European Coal and Steel Community) dimana pada saat itu beberapa Negara telah menyetujuinya dan bergabung, diantaranya Perancis, Belgia, Luxemburg, Jerman dan Italia.

Berawal dari ECSC ini Swiss tidak tertarik untuk bergabung, padahal secara starategis dan keamanan Swiss akan sangat diuntungkan dalam kerjasama ini. Negara Swiss sejak pecahnya Perang dunia I berada diantara Negara-negara yang bersiteru dengan tetap pada posisi Negara netral, yang mana tidak memihak ke pihak Allies ataupun Axis. Bahkan pada tahun 1917 Swiss menjadi tempat pilihan bagi Illych Vladimir Ulyanov (Lenin) yang merupakan Perdana Menteri Italia, yang dikenal dengan fasismenya, ditengah Perang Dunia I yang sedang berkecamuk, sebagai tempat menetap.

Selain itu Jerman yang pada saat PD I merasa dirugikan atas tindakan Swiss menembak pesawat Jerman yang bernama Luftwaffe yang melintas di wilayah Swiss, namun saat iru Jerman memilih utntuk tidak melakukan penyerangan terhadap Swiss, walaupun Swiss telah melakukan tindakan perlawanan, tindakan Jerman dengan tidak merealisasikan penyerangan terhadap Swiss walaupun eneyerangan tersebut telah direncanakan. Swiss tetap muncul sebagai Negara yang Independent dengan melalui penggabungan kebijakan-kebijakan Swiss yang mampu merugikan Jerman, yaitu : Deterensi (pencegahan) aksi militer Jerman, Konsesi perekonomian terhadap Jerman, serta gagalnya Invasi Jerman ke Swiss yang merupakan keburuntungan bagi Swiss.

Tidak hanya itu penolakan Swiss untuk bergabung dengan ECSC ini juga meliputi absennya Swiss dalam beberapa kerja sama-kerja sama yang dibangun dalam struktur Uni Eropa. Sementara itu Swiss justru merupakan salah satu Negara yang vokal dalam membangun perkembangan di Uni Eropa, sebut saja Swiss salah satu penggagas EFTA (European Free Trade Area), namun Swiss bukan bagian dari EEC (European Economic Community). Netralitas Swiss pun dipertanyakan dengan bergabungnya Swiss di PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan aktif di beberapa organisasi yang berada dibawah bendera PBB.

Mengingat kebijakan-kebijakan politik Swiss yang banyak mengeluarkan kebijakan yang membangun perdamaian, seperti sebagai fasilitator dalam pemecahan konflik Indonesia dan Aceh melalui Henry Dunant Foundation yang menghasilkan MoU Helsinki pada Maret 14, 2006. Selai itu, netralitas Swiss dipertanyakan kembali mengenai kebijakan yang dibuat Swiss untuk tidak bergabung dalam NATO (North Atlantic Treaty Organization) sementara justru keanggotaan NATO telah menyentuh Negara-negara bekas Pakta Warsawa yang notabene merupakan Negara di Eropa Timur dan pakta pertahanan yang merupakan sekutu Uni Soviet, namun Swiss tetap tidak bergeming dan konsisten untuk tidak bergabung.

II. RUMUSAN MASALAH

Untuk mempelajari, menganalisis, membatasi dan membahas kasus tersebut maka penulis merumuskan masalah ke dalam sebuah pertanyaan, yaitu :

· Apa yang menjadi dasar alasan kebijakan politik luar negeri Swiss dalam memilih untuk Absen dalam Struktur organisasi Uni Eropa yang merupakan sebuah kerjasama kawasan yang justru menjanjikan bagi stabilitas politik serta ekonomi bagi Swiss sendiri ?

· Apa yang mendasari Swiss untuk juga absen di NATO, dimana NATO merupakan organisasi yang menjanjikan bagi payung pertahanan dan kemanan bagi Swiss, terutama dalam mencegah terjadinya perang. Serta sebagai media Swiss sebagai Negara yang vokal dalam agenda-agenda peacekeeping dengan mengirimkan free rider di daerah-daerah konflik ?.

III. TUJUAN PENELITIAN

Memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar-dasar pengambilan kebijakan strategis politik luar negeri Swiss. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar dan alasan kebijakan luar negeri Swiss untuk absen dalam integrasi kawasan Uni Eropa ataupun NATO.

IV. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

A. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek teoritis (keilmuan) yaitu memahami system pemerintahan yang berimbas pada bentuk kebijakan politik Swiss dalam melakukan kajian strategis, serta manuver-manuver dalam mengambil suatu kebijakan, melalui pendekatan serta metode-metode yang digunakan dalam upaya mengali pendekatan-pendekatan baru dalam menetapkan kebijakan dan penempatan Swiss sebagai Negara yang netral.

B. Secara Praktis

1. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para mahasiswa, peneliti, dalam memahami pengambilan kebijakan luar negeri Swiss.

2. Hasil penelitian ini diharapkan juga sebagai informasi atau masukan dan sekaligus pertimbangan bagi para pembuat kebijakan luar negeri dalam upaya memahami dasar-dasar pengambilan kebijakan luar negeri Swiss.

V. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran yang diambil oleh penulis untuk membantu menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah adalah dengan menggunakan konsep pemikiran Rasionalis. Konsep teori Rasionalis ini pertama kali dikemukakan oleh dalam studi filasafah oleh Rene’ Descrates (1596-1960 M) yang kemudian dikemukakan dalam studi Hubungan Internasional oleh Hadley Bull, Vincent dan Watson di mana Rasionalis ditarik dari elemen realis dan idealis dimana Rasionalis berada dipertengahannya. Rasionalis meyakinkan pada bagaimana Negara mengeluarkan manuver, kontrol serta mencari kekuatan dengan contoh Swiss yang memilih masuk dalam struktur internasional bertaaf PBB, hal ini tentunya berkaitan dengan manuver kebijakan politik Swiss yang membutuhkan dukungan politik dari struktur internasional dengan menjadi bagian dari suatu entitas yaitu PBB. Selain itu rasionalis menganggap bahwa kepentingan Internasional seharusnya tidak berdasarkan jaminan bagi sebuah Negara untuk bergabung dan mendapatkan keuntungan.

Teori ini mengungkap penolakan dan pemberontakan atas perluasan masyarakat internasional yang membentuk integrasi, namun rasionalis tidak melihat ini sebagai bentuk disitegrasi, hanya saja kepentingan nasional suatu bangsa lebih diutamakan dibandingkan tawaran-tawaran struktur internasional. Sehingga sebuah Negara mampu menuntut kemerdekaan sera kemandiriannya dalam menentukan arah kebijakan politik luar negerinya tanpa intervensi pihak lain. Seperti yang tercantum pada Pasal 2 Ayat 7 Piagam PBB, masyarakat Internasional tidak memiliki hak untuk campur tangan tehadap hak hukum serta kebijakan negara lain. Sehingga suatu negara bangsa mampu mandiri dalam menentukan kebijakan serta tujuan kepentingan nasionalnya sendiri.

Selain itu dilihat dari bagaimana Swiss telah melakukan referendum dalam negaranya, dimana negara memberikan kesempatan bagi rakyatnya untuk memilih secara langsung dalam memenuhi kepentingan nasionalnya, hal ini diungkapkan dalam teori Kepentingan Nasional. Swiss mengutamakan keputusan yang diambil oleh rakyatnya secara langsung demi melakukan pertanggungjawaban sepenuhnya terhadap seluruh rakyatnya.

VI. PEMBAHASAN

A. Menilik Sejarah Swiss

Penduduk asli Swiss bernama The Alpine, yang kemudian berintegrasi dengan Roman Empire. Pada abad ke-4 setelah Roman Empire runtuh, ras Germanic masuk ke daerah ini hingga melalui proses perpindahan dan penempatan-penempatan wilayah oleh suku-suku baru hingga pada 1273 Holy Roman Emperor merubah status Reichsfreiheit menjadi “Forest Cantons” of Uri.

Setelah penempatan oleh pemerintahan Reeves tiga kanton di Alpen yaitu Forest cantons of Uri, Schwyz, Unterwalden berkonspirasi untuk melawan Habsburgs. Tahun 1353 kemenangan perlawanan menyebabkan pembentukan 8 negara dalam “Old Confederations” hingga tahun 1481, terbentuknya Cantons of Switzerland. Dilanjutkan dengan Reformasi pada 1523-1648, dimana Switzerland menjadi “oasis of peace and prosperity” (Grimmelshausen) dalam war-torn Europe. Hingga pada pembentukan Treaty of Westphalia tahun 1648 menjadi awal mulanya periode Ancient Regime (1648-1978) dimana Switzerland menjadi Negara independence dari kepemerintahan Holy Roman Emperor.

Pada Masa Perang Revolusi Prancis dalam periode Napoleonic Era (1798-1848) Switzerland terlibat peperangan melawan Austria pada 1748, kemudian Switzerland terlepas dari kekuasaan Prancis dan bergabung dengan Helvetic Republic yang kemudian menghapus adanya cantons. Kemudian tahun 1803 melalui Napoleon Act of Mediation mengembalikan keberadaan system cantons dan otoritas serta territory Switzerland serta menmberikan persamaan hak.

Melalui Congress of Vienna tahun 1815 kembali mendirikan keberadaan Swiss sebagai Negara Independen sepenuhnya dan persetujuan atas kekuatan Eropa dalam mengembalikan keberadaan Netralitas Swiss, dan perluasan wilayah Swiss.

Kemudian pada 1848-1914 menjadi awal pemerintahan baru “Switzerland as Federal State”. Atas dasar pecahnya perang sipil antara Katolik dan Protestan yang disebut Civil War. Sebagai konsekuensinya Swiss mengadopsi system pemerintah Federal pada 1848 dimana pemerintahanan bertanggungjawab dalam pertahanan, perdagangan dan urusan-urusan legal kenegaraan, serta memberikan wewenang bagi urusan lainnya dalam pemerintahan cantons [1].

B. Swiss Dalam Perang Dunia I dan II

Dalam Perang Dunia I maupun II, Swiss berada dalam posisi netral tanpa memihak kubu manapun. Sedangkan posisi Swiss berada ditengah-tengah kubu yang bersiteru. Perang Dunia I perlawanan antara Entente Powers (France, Britain, Russia, Italy, Belgium) dimana Perancis tepat berada di batas barat sedangkan Italy berada di Selatan Swiss, melawan Central Power (Germany, Astro-Hungary, dan Turkey) dimana Jerman tepat berada di Utara Swiss. Sehingga posisi Swiss terjepit, namun Swiss memilih untuk menjadi pihak netral.

Grimm-Hoffman Affair menanyakan status Swiss sebagai Negara Netral dimana keberadaan Swiss yang posisi-nya diantara pihak yang bertikai, tentu menjadi jalur atas pergerakan pihak-pihak tersebut.

Pada Perang Dunia II Swiss menjadi target invasi oleh Jerman namun Invasi tersebut tidak pernah terjadi karena, Swiss tetap bertahan sebagai Negara yang Independen. Penembakan pesawat milik Jerman Luftwaffe didasari atas pesawat Jerman tersebut melewati wilayah Swiss, sehingga Swiss memiliki otoritas untuk melakukan penembakan. Selain itu, Swiss melakukan pencegahan-pencegahan bagi militer Jerman yang melintas di Swiss, kemudian pemberlakuan konsesi ekonomi, serta keberdaan partai Nazi Swiss yang lebih kecil dari Jerman menjadi salah satu gagalnya invasi yang direncanakan Jerman. Selain itu Swiss merupakan Negara multicultural dimana beberapa diantaranya memiliki warisan kebudayaan serta identitas nasional yang sama dengan Jerman, sehingga percobaan aneksasi yang dilakukan Jerman gagal.

Swiss memblokade jalur perlintasan antara Axis dan Allied, karena pada saat itu Swiss menjadi basis spionase dari kedua belah pihak. Swiss pun memblokade jalur perlintasan Jerman dan Italy, jalur perdagangan makanan serta kebutuhan para pihak yang bertikai. Selain itu pada masa PD II Swiss Franc menjadi satu-satunya mata uang yang berlaku di dunia, kemudian kedua belah pihak menjual Emas dalam jumlah besar ke Swiss National Bank. Pada 1940-1945 German Reichsbank menjual 1.3 Billion Francs.[2] 581.000 emas “Melmer” francs diperoleh dari korban Holocaust di Eropa Timur dijual di Swiss Bank.[3] Total perdagangan dari kedua belah pihak antara Jerman dan Swiss memperoleh angka sebanyak 0,5%.[4]

Menurut keputusan Hague Conventions Swiss sebagai Negara netral memiliki hak dan kewajiban untuk menerima pengungsi korban perang dengan ketetapan untuk mendapatkan toleransi dan persamaan serta izin tinggal yang dikeluarkan oleh otoritas cantons. Pengungsi tersebut di antaranya merupakan 60.000 masyarakat yang melarikan diri dari eksekusi Nazis, kurang lebih 26.000 hingga 27.000 diantaranya merupakan golongan Yahudi.[5]

Atas besarnya jumlah pengungsi membuat pro-kontra di wilayah Swiss sendiri di mana adanya polarisasi dukungan, dimana Keturunan Prancis atau warga yang berbicara dalam bahasa Prancis mendukung kubu Allied, sedangkan bagi warga yang berbahasa Swiss-German mendukung kubu Axis. Demi meredam tensi persaingan antara dua pendukung kubu yang bertikai, pemerintah kemudian memperketat pergerak individu, partai serta berbagai aksi-aksi ekstrim yang mampu memecah-belah kesatuan bangsa. Tahun 1990an kasus ini dibawa ke Brooklyn, New York. Kemudian tahun 2002 terbentuk panel laporan independensi Swiss yang disebut Bergier Commissions sebagai pertimbangan system perbankan Swiss dan bagaimana pertikaian di internal Swiss agar mampu diselesaikan.

C. Ide Uni Eropa dan Prose Pembentukannya

Tahun 1950, Robert Schuman yang merupakan Perdana Menteri Perancis memberi gagasan untuk membentuk ECSC (European Coal and Steel Community) dengan Negara pemrakarsa Prancis, Jerman, Belgia, Luxemburg, dan Italia. Pada saat inilah ide untuk membangun struktur internasional demi memperkuat kerjasama di Eropa tercipta.

Faktor-faktor membangun kerjasama ini ialah factor hegemony asing yang mampu memepengaruhi stabilitas Eropa, seperti AS, Uni Soviet/Rusia serta ekspansi Middle Ages atau Timur Tengah yang merupakan entitas Arab dan Moslem, yang mampu menjadi ancaman kekuatan baru. Selain itu perasaan traumatis atas perang berkepanjangan yang terjadi didataran Eropa, rekonstruksi politik dan ekonomi dalam negeri, persamaan identitas: Christianity, serta membentuk balance of power bagi Negara-negara besar seperti AS, Uni Soviet/Russia, China.

Tahun 1957, merupakan tahun dimana perjanjian untuk mendirikan EEC(European Economic Community) membuat kemungkinan dalam menghapuskan batasan antar sesama Komunitas serta mengharmonisasikan tariff bersama yang ditujukan bagi negara non-anggota EEC yang di aplikasikan pada January 1, 1968.

Tahun 1985, Commission serta Presiden Uni Eropa saat itu Jacques Delors mengeluarkan White Paper yang merencanakan tujuh tahun kedepan untuk menghilangkan batasan secara fisik, harmonisasi pajak, serta free movement bagi anggota komunitas dengan memberlakukan single market. Kebijakan ini dikeluarkan bertujuan untuk memberikan stimulasi dalam perindustrian serta memperbesar pasar komersial, mempersatukan area ekonomi untuk menyaingi skala pasar Amerika.

EEC meliputi beberapa penghapusana batasan-batasan yang mendukung single market dan free movement, diantaranya :

· Physical Barriers, Schengen Agreement yang merupakan pendukung dari free movement of people. Dimana peleburan visa, atau pemberlakuan visa Euro serta transportasi pendukung seperti Euro Star, dan European Airlines.

· Technical Barriers, merupakan bentuk free movement of goods. Dimana adanya pergerakan bebas barang yang di produksi suatu Negara untuk diperjual belikan di Negara lainnya.

· Tax barriers, Harmonisasi pajak untuk mempermudah bagi Negara non-EEC untuk export barang ke Negara anggota komunitas.

· Public Contract, Free Movement of services

· Financial Services, Sebagai pendukung integrasi pasar yang dimulai tahun 2005, dengan menurunkan charges bank di Negara-negara komunitas.

· Integrasi Transportasi Service

· Consumer Policy, Sebagai jaminan bagi free movement of goods agar dalam mengkonsumsi barang tersebut konsumen dapat merasa aman.

Kemudian pada January 1, 1999 mulai diberlakukannya penggunaan mata uang bersama: Euro. Pendirian European Central Bank yang menjadi penanggungjawab dalam kebijakan moneter dalam komunitas. EEC memberikan jaminan pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pendapatan Negara.

D. NATO (North-Atlantic Treaty Organization)

Tidak hanya dalam struktur Uni Eropa, Swiss absen namun juga dalam organisasi keamanan regional NATO, NATO merupakan sebuah komunitas yang bergerak dalam meningkatkan stabilitas keamanan di seluruh area Euro-Atlantic. NATO memandang bahwa isu keamanan serta pertahanan mampu membawa konsep ekonomi, politikal sebagai komponen pertahanan kawasan.

Article 10 of the North Atlantic Treaty:”… the Parties may by unanimous agreement, invite any other European State in a position to further the principles of this Treaty and to contribute to the security of the North Atlantic area to accede to this Treaty..”[6]

Hanya Negara yang berada dikawasan North-Atlantic yang mampu masuk kedalam organisasi ini. Dengan syaratnya, yaitu : Demokrasi yang berjalan baik, Pasar ekonomi, Hubungan baik antara masyrakat sipil dengan militer, proteksi terhadap kaum minoritas, hubungan baik dengan Negara tetangga, kemampuan untuk memberikan kontribusi militer. NATO merupakan sebuah organisasi yang menjamin payung pertahanan dan keamanan bagi Negara-negara anggota dari ancaman keamanan dan invasi militer luar serta bangkitnya kembali warsaw pact yang merupakan lawan NATO pada masa PD II.

E. Kebijakan Politik Luar Negeri Swiss dalam Masyarakat Internasional

Swiss sejak awal berdiri telah mendeklarasikan sebagai Negara yang independent serta netral tanpa memihak pada kubu mana pun, baik masa PD I ataupun PD II. Hal ini merupakan bentuk konsistensi Swiss untuk tetap mempertahankan status tersebut di mata Internasional[7].

Kebijakan Swiss ini menyakut pula atas sistem perbankan Swiss yang menerimaan transaksi berupa Money laundering dan penyimpanan dana hasil rampasan perang. Swiss pun menganggap dengan netralitasnya diantara Negara-negara Uni Eropa merupakan keuntungan tersendiri, karena dengan begitu Swiss berhak memiliki peluang kerjasama serta penerapan sistem ekonomi ataupun penetapan pajak serta tariff yang berbeda dari standar Uni Eropa.

Swiss merupakan salah satu Negara dengan GDP (Gross Domestic Product) yang tinggi seperti halnya Negara-negara ex-skandinavia (Swedia, Norwegia, Finlandia, Denmark dan Islandia yang mentapkan Welfare State System yang memiliki standar hidup, kesejahteraan serta juga pajak yang tinggi[8] .

Namun diluar itu Swiss telah bergabung sejak September 10, 2002 dengan PBB. Swiss merupakan Negara yang aktif dalam institusi-institusi spesial di bawah bendera PBB seperti Economic Commission for Europe, United Nation Environment Programme, The UN High Commissioner for Refugees, UN Educational, Scientific and Cultural Organization, Un Conference Trade and Development, UN Industrial Development Organization, and Universal Postal Union. [9]

Selain itu Swiss banyak membangun kerjasama bilateral dengan Negara-negara lainnya di berbagai kawasan, seperti : Amerika (Argentina, Canada, AS, Uruguay) terpusat pada kerjasama bilateral dengan membuka embassy di masing-masing Negara, Eropa (Eropa Timur, Uni Eropa serta ex-skandinavia), serta Negara-negara di kawasan lainnya (Iran, Malaysia, Australia, Egypt dll).

Swiss pun aktif dalam program peacekeeping, walaupun tidak masuk kedalam komuitas NATO, namun Swiss menjadi NATO’s partnership for peace pada tahun 1996, serta Euro-Atlantic Partnership Council tahun 2007 dengan mengirim “free riders” dibawah OSCE (Organization for Security and Co-operation in Europe) dan UN.

Selain itu Swiss sangat memperhatikan netralitasnya serta citranya sebagai Negara independen dan bertoleransi penuh pada perbedaan. Sehingga Swiss seringkali menjadi tujuan wisata yang banyak diminati. Secara pariwisata Swiss tidak kalah dengan Uni Eropa, begitupun kemandirian ekonomi, Swiss merupakan angota tetap IMF serta World Bank sebagai Negara pen-support kedua lembaga tersebut.

Swiss merupakan Negara demokratis, dalam pengambilan kebijakan diolah dan dikelola dengan penuh pertanggungjawaban kepada rakyatnya, termasuk pada saat rakyat Swiss menolak Swiss dalam proses referendum untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Kebijakan Swiss untuk bergabung dengan Schengen Agreement yang merupakan perjanjian penghilangan batasan di Eropa, dengan memberklakukan visa bersama dan dalam perjanjian ini Swiss ikut meratifikasinya karena perjanjian ini merupakan bentuk keuntungan yang diperoleh Swiss dengan pemeriksaan serta pengawasan terhadap tindak kejahatan yang dapat terjadi di kawasan. Swiss pun mendukung sepenuhnya EFTA (European Free Trade Area), EEC (European Economic Community) serta kerjasama-kerjasama milik Uni Eropa lainnya. Dalam mendukung program EEC ini Swiss pun menerima pembayaran di negaranya dengan pemberlakuan tiga mata uang, yaitu Swiss Franc, US Dollars dan Euro.

VII. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kebijakan milik Swiss ini, Swiss merupakan sebuah negara independent yang pada dasarnya mengambil kebijakan dengan menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan internasional. Walaupun Swiss absen dalam integrasi kawasan Uni Eropa namun Swiss membuktikan keaktifannya dengan menjadi bagian dalam institusi-institusi spesial PBB.

Selain itu Swiss merupakan Negara pilihan bagi organisasi-organisasi besar dunia untuk menempatkan sekertariat nya di Swiss. Sebut saja Uni Eropa, walaupun Swiss tidak bergabung didalam organisasi tersebut namun sekertariat Uni Eropa ditempatkan di Zurich. Red Cross Internasional pun bermarkas di Swiss, lalu PBB serta konferensi-konferensi tingkat tinggi dunia banyak diselenggarakan di Swiss. Begitu juga Swiss merupakan Negara yang aktif dalam menjadi mediator bagi konflik-konflik yang terjadi di Negara-negara lain seperti masalah konflik Indonesia-Aceh melalui Henry Dunant Organizations.

Sebagai Negara Independence Swiss pun merupakan sebagai Negara yang vokal dalam menerapkan hak untuk dipilih bagi perempuan, dimana telah dua kali Swiss dipimpin oleh perempuan. Pemberian hak kehidupan bagi pengungsi yang hingga kini para imigran ini telah menetap di Swiss dan mendapat jaminan kehidupan. Sistem pemerintahan cantons yang ternspirasi dari AS pun telah mengalami banyak perubahan, 26 cantons yang berlaku saat ini, telah melewati pasang surut, yaitu pembubaran dan pembentukan cantons baru yang di atur perundang-undangan.

Strategi politik Luar Negeri Swiss ini merupakan sebuah identitas nasional Swiss sebagai Negara yang memiliki national interestnya demi membangun kehidupan yang sinergi antar sesama golongan didalamnya. Keadaan politik internasional yang telah terpolarisasi dengan integrasi yang muncul diberbagai kawasan membuat Swiss tetap bermain aman akan kemungkinan yang terjadi, berdiri dengan karakternya yang berbeda ditengah persaingan hegemony baru dan juga persaingan keamanan dengan teknologi nuklirnya. Swiss tetap ingin berdiri dengan independensi-nya sebagai kekuatan netral di dunia.

VIII. DAFTAR PUSAKA

Referensi Literatur :

Linklater, Andrew. Theories of international Relations. Palgrave, New York : 2001.

Wallace, Helen. Interlocking Dimension of European Integration. Palgrave, Mac Milan: 2001.

Schmid, A, Allan. Conflict and Cooperation. Blackwell Publishing, USA: 2004

Pagden, Antony. The Idea of Europe. Cambridge University Press, USA : 2002.

Urner, Klaus. Let’s Swallow Switzerland. Lexington Books. 2002.

Referensi Internet :

The Bergier Commission Final Report. http://www.uek.ch/en/

http://www.switzerland.com/foreignaffairs/

http://www.angkasa-online.com

http://www.europeanunion.com

http://www.stacher.ch/swissopinion/OriginNeutrality.com



PS ; Swiss negara yang sering dilupakan...

qta ga sadar bahwa Swiss bukan bagian Uni ERopa.....

padahal dy Swiss negara sejahtera, pariwisatanya juga cangihhh....

dan itulah kenapa rasionalis menganggap bahwa,,,,

ini suatu kebijakan yang bisa diambil oleh negara manapun, join or stayed on your own way...!! ;p




[2] The Bergier Commission Final Report, page 238 http://www.uek.ch/hn/ (browse, September 22, 2009)

[3] The Bergier Commission Final Report, page 249 http://www.uek.ch/hn/ (browse, September 22, 2009)

[4] The Bergier Commission Final Report, page 518 http://www.uek.ch/hn/ (browse, September 22, 2009)

[5] Asylum in French, German, and Italian in the online Historical of Switzerland

[6] The Article’s 10 North Atlantic Treaty Organization

[9] www.switzerland.com/foreignaffairs/ (browse, October 27, 2009)